Sedangkan jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran , maka selisih dari pajak masukan tersebut adalah kelebihan bayar PPN yang dapat digunakan untuk masa pajak selanjutnya atau bisa dilakukan resusitasi. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai mekanisme pengkreditan pajak masukan bisa dilihat pada UU Nomor 42 tahun 2009 pasal 9 dimana Pemerintah akan memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menjadi 11% mulai 1 April, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan UU HPP. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut langkah tersebut diperlukan untuk memperkuat fondasi perpajakan. Seperti diketahui, PPN merupakan pungutan yang dikenakan atas seluruh konsumsi barang atau jasa kena pajak yang bersifat umum general tax on consumption. Pungutan ini menyasar barang kena pajak BKP dan jasa kena pajak JKP, serta dibebankan kepada wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah mendapatkan status Pengusaha Kena Pajak PKP. Salah satu karakteristik PPN adalah pajak yang bersifat multi stage levy. Artinya, pungutan dikenakan pada setiap tahap jalur produksi dan distribusi. Ini mulai dari pabrik, pedagang besar, grosir, hingga pedagang kecil. Meski dikenakan pada setiap mata rantai produksi dan distribusi, pajak ini tidak akan menimbulkan efek pajak berganda. Karena, mekanismenya menganut pengkreditan pajak masukan dan pajak keluaran. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran dalam PPN ini? Berikut penjelasannya. Pajak Masukan dalam PPN Pajak masukan atau dikenal juga sebagai PPN masukan, merupakan pungutan yang dikenakan pada pengusaha kena pajak PKP ketika membeli barang kena pajak BKP atau ketika memanfaatkan jasa kena pajak JKP. Secara spesifik, pajak masukan adalah PPN yang harus dibayar PKP untuk pemanfaatan sebagai berikut Perolehan BKP dan/atau JKP Pemanfataan BKP/JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean Impor BKP/JKP yang telah dipungut PKP pada saat pembelian dalam masa pajak tertentu. Dalam penerapannya, PKP mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam satu masa pajak. Apabila dalam masa pajak yang dimaksud pajak keluaran lebih besar, maka kelebihan tersebut harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, maka kelebihan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak selanjutnya. Dalam tata cara ini, jumlah yang dibayarkan PKP bisa berubah sesuai pajak masukan yang dibayar. Seperti yang telah disebutkan, PKP harus mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam satu masa pajak yang sama. Ini diperlukan agar PKP mengetahui apakah dalam satu masa pajak kelebihan membayar PPN atau tidak. Meski demikian, ada beberapa hal yang menyebabkan pajak masukan tidak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran. Berdasarkan Pasal 9 Ayat 8 UU Nomor 7 tahun 2021, pajak masukan tidak dapat dikreditkan untuk beberapa hal berikut Perolehan BKP atau pemanfaatan JKP yang tidak ada hubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan terkait pajak karbon. Ketentuan yang dimaksud ini adalah ketentuan ada pada Pasal 13 Ayat 5 atau Ayat 9, antara lain- Subjek pajak karbon yaitu orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi Dalam hal harga karbon lebih rendah dari Rp 30 per kilogram kg karbondioksida ekuivalen CO2e atau satuan yang setara, tarif ditetapkan sebesar paling rendah Rp 30 per Kg CO2e atau satuan yang setara. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan yang tertera dalam Pasal 13 Ayat 6. Ketentuan tersebut menyebutkan, bahwa pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Agar pajak masukan dapat dikreditkan dalam satu masa pajak yang sama, ada syarat yang harus dipenuhi dan berlaku untuk seluruh bidang usaha. Syarat-syarat yang dimaksud antara lain Tercantum dalam faktur pajak lengkap atau dokumen tertentu yang diperlakukan sama dengan faktur pajak. Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Ini artinya pengeluaran PKP yang bukan untuk hal-hal di luar operasional usaha. Sementara, untuk batas waktu pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur dalam UU PPN adalah tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan. Ini diatur dalam Pasal 9 Ayat 9 UU Nomor 7 tahun 2021, yang secara spesifik menyebutkan "Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 tiga Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan dikapitalisasi dalam harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini". Penetapan waktu tiga bulan setelah masa pajak ini dilakukan dengan pertimbangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penulisan faktur. Misalnya, faktur pajak yang dibuat terlambat dikirimkan oleh PKP penjual ke PKP pembeli, sehingga PKP pembeli belum bisa melakukan pengkreditan pajak masukan. Pajak Keluaran dalam PPN Dalam PPN, pajak keluaran merupakan pajak terutang yang wajib dipungut PKP saat menyerahkan BKP, JKP, ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud, serta ekspor JKP. Singkatnya, pajak keluaran merupakan PPN yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak oleh PKP atas penyerahan barang atau jasa. Kemudian, sebagai bukti PKP telah memungut PPN, maka diharuskan menerbitkan faktur pajak. Dalam faktur pajak tersebut tertera besaran PPN yang harus dibayar oleh pihak pembeli kepada PKP penjual. PPN yang tercantum dalam faktur pajak inilah yang menjadi pajak keluaran bagi PKP yang melakukan penyerahan barang atau jasa. Terkait faktur pajak yang telah diterbitkan, PKP wajib melaporkannya ke otoritas pajak, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak DJP. Pelaporannya dilakukan melalui Surat Pemberitahuan SPT sesuai masa pajak terjadinya transaksi atau disebut SPT Masa PPN. Umumnya, PKP telah memahami kewajiban pungutan PPN saat menyerahkan BKP dan/atau JKP di dalam kegiatan pokok usahanya. Namun, terkadang ada temuan atau sengketa antara otoritas pajak dan PKP terkait penyerahan atas transaksi di luar kegiatan usaha. Dalam aturan perpajakan, terdapat ketentuan yang mengatur penyerahan tertentu yang dikenakan PPN. Aturan ini tertera dalam Pasal 16C dan 16D UU PPN. Dalam Pasal 16C, disebutkan bahwa PPN tetap dikenakan atas kegiatan membangun sendiri, meski dilakukan tidak dalam kegiatan usaha. PPN juga tetap dipungut terhadap pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya digunakan sendiri. Aturan turunan untuk Pasal 16C UU PPN ini adalah Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 163/ tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri. Pungutan PPN tetap dijalankan meski bangunan yang didirikan tidak digunakan untuk kegiatan usaha, karena menjadi barang yang akan mengalami pertambahan nilai. Secara perinci, objek yang diatur dalam regulasi ini dibagi menjadi dua, yakni yang membangun dengan kontraktor dan yang membangun benar-benar mandiri. Jika dengan menggunakan kontraktor, maka pemungutan PPN merupakan kewajiban kontraktor, dengan catatan kontraktor tersebut merupakan PKP. Jika kontraktor yang digunakan bukan PKP, maka wajib pajak yang menggunakan jasanya berkewajiban melakukan penyetoran dan pelaporan PPN. Ketentuan lain yang mengatur terkait transaksi penyerahan di luar kegiatan usaha adalah, Pasal 16D UU PPN. Aturan ini memuat perincian terkait penjualan barang yang dari awal tidak untuk diperjualbelikan. Pungutan PPN terjadi jika PKP mengalami likuidasi, pembubaran atau pencairan aset, yang kemudian menuntut PKP yang dimaksud menjual aset yang dimilikinya. Sebaliknya apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Pajak Keluaran. Pajak keluaran adalah pajak yang dikenakan atas penjualan barang kena pajak yang ditambahkan sebesar 10% dari harga jual. Pajak keluaran - Pajak Pertambahan Nilai atau PPN memiliki dua istilah yang saling berkaitan, yakni pajak masukan dan pajak keluaran. Apa itu pajak masukan dan pajak keluaran? Pajak masukan Pajak masukan diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPn dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM. Pajak masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak PKP karna perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak BKP/JKP. Dilansir dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan, pajak masukan yang harus dibayar oleh PKP atas Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak Pemanfaatan BKP atau JKP tidak berwujud dari luar daerah pabean Impor Barang Kena Pajak telah dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat pembelian barang kena pajak atau jasa kena pajak dalam masa pajak tertentu. Baca juga Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia dan Asas-asasnya Karakteristik pajak masukan Dalam penerapan PPN, Pengusaha Kena Pajak mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran dalam suatu masa pajak yang sama. Bila dalam masa pajak tersebut pajak keluaran lebih besar, maka kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara. Bila dalam masa pajak tersebut, masa pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Dalam hal ini, jumlah yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak dapat berubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayar. Pengkreditan pajak masukan Pengkreditan pajak masukan adalah Pajak masukan dalam suatu masa pajak dapat dikreditkan dengan pajak keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak di kukuhkan untuk masa pajak yang sama Pasal 9 ayat 2 UU PPN. Pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan atau JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang melakukan penyerahan kena pajak. Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yaitu pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Baca juga 6 Perbedaan Pajak dan Retribusi Pajak keluaran Dilansir dari buku Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 2002 oleh Gustian Djuanda dan Irwansyah Lubis, pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau JKP atau ekspor Barang Kena Pajak. Contoh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan dua macam penyerahan, yaitu Penyerahan BKP yang terutang pajak Rp Maka Pajak Keluaran 10% x Rp = Rp Penyerahan tidak terutang pajak Rp Pajak keluaran sama dengan nihil tidak ada pengenaan pajak. Karakteristik pajak keluaran PPN disebut sebagai pajak obyektif, karena dalam pemungutan PPN memberi penekanan pada obyek yang dikenakan pajak. Pengenaan pajak keluaran diawali dengan penetapan tarif barang. Kemudian dilanjutkan dengan pemungutan pajak oleh penjual. Batas waktu melakukan pengkreditan pajak keluaran adalah tiga bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang cukup untuk melakukan pengkreditan pajak. Baca juga 5 Jenis Pajak yang Ada di Indonesia Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Untukperusahaan dagang, Pajak masukan akan lebih besar dari pajak keluaran bila terjadi penumpukan persediaan, dan itu tidak mungkin direstitusi karena barang kena pajak masih anda miliki. Hal demikian tidak akan terjadi pada perusahaan yang melakukan majamen persediaan dengan baik.l. Dalam pembayaran dan pelaporan pajak pertambahan nilai atau PPN, terkadang pengusaha kena pajak PKP lebih banyak membayar dibandingkan memungutnya. Inilah yang akhirnya disebut PPN lebih bayar. Ini memungkinkan untuk terjadi jika PKP lebih banyak mengeluarkan biaya untuk promosi untuk memasarkan produk. Dalam kegiatan tersebut, PKP tersebut pastinya dipungut PPN ketika memanfaatkan Jasa Kena Pajak JKP dan Barang Kena Pajak BKP. Nah, dalam pemanfaatan JKP/BKP ini, PKP kemudian mengkreditkan pajak masukan dengan pajak keluaran dan akan ditemukan PPN lebih bayar. Sebagai informasi, pajak masukan merupakan pungutan yang dikenakan pada PKP ketika membeli atau memanfaatakan BKP/JKP. Sementara, pajak keluaran merupakan pajak terutang yang wajib dipungut PKP saat menyerahkan BKP, JKP, ekspor BKP berwujud dan tidak berwujud, serta ekspor JKP. Selain kelebihan pembayaran pajak yang disebabkan besarnya pajak masukan, PPN lebih bayar juga bisa terjadi apabila PKP ternyata melakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Cara Mengatasi PPN Lebih Bayar Atas terjadinya kelebihan pembayaran PPN, ada dua langkah yang bisa dilakukan oleh PKP, yakni mengkompensasikannya ke masa pajak berikutnya, atau mengajukan restitusi pajak. 1. Mengkompensasikan PPN Lebih Bayar Jika PKP kelebihan membayar PPN, PKP bisa mengambil opsi mengkompensasikan PPN lebih bayar yang terjadi di satu masa pajak ke masa pajak berikutnya. Artinya, PPN lebih bayar yang dimaksud dapat dijadikan pengurang pada masa pajak berikutnya. Apabila PKP pada masa pajak berikutnya mengalami kondisi PPN kurang bayar, maka PPN lebih bayar yang terjadi di masa pajak sebelumnya bisa menjadi pengurang. Alhasil, ini bisa mengurangi kondisi PPN kurang bayar menjadi seimbang. Ada kalanya ketika PPN lebih bayar dikompensasikan ke masa pajak berikutnya, PKP tetap dalam kondisi kelebihan bayar PPN. Namun, ini tidak menjadi masalah. Sebab, opsi kompensasi PPN lebih bayar ini tidak mengenal batas maksimal. Artinya, PPN lebih bayar bisa terus dikompensasi di setiap masa pajak. Ini karena kompensasi PPN lebih bayar tidak memiliki batas waktu, alias bisa terus dikompensasikan ke masa-masa pajak berikutnya. Berbeda dengan SPT Pajak Penghasilan PPh yang masa berlakunya adalah satu tahun, PPN terus bergulir per bulan, tidak terbatas pada tahun. Sehingga, jika PKP memilih cara kompensasi untuk PPN lebih bayar, maka kelebihan bayar tersebut bisa dikompensasikan ke bulan-bulan berikutnya. Contohnya, pada masa pajak Agustus 2022 PKP memiliki PPN lebih bayar sebesar Rp 10 juta, maka ketika opsi kompensasi atas PPN lebih bayar diambil, maka maka kelebihannya tersebut akan dijadikan pengurang pada SPT masa PPN September 2022. Ketika PPN lebih bayar tersebut dijadikan pengurang pada SPT masa PPN September 2022 dan masih ada PPN lebih bayar, maka PPN lebih bayar tersebut bisa kembali dikompensasikan ke SPT masa PPN Oktober 2022. 2. Mengajukan Restitusi PPN Lebih Bayar Selain mengkompensasikan PPN lebih bayar ke masa pajak berikutnya, PKP bisa juga melakukan restitusi atau pengajuan pengembalian atas PPN lebih bayar. Restitusi PPN lebih bayar bisa diajukan jika jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Namun, dengan catatan PKP tidak memiliki utang pajak lainnya. Restitusi PPN lebih bayar hanya bisa dilakukan pada saat akhir periode tahunan. Artinya, restitusi atas PPN lebih bayar hanya bisa dilakukan saat bulan Desember. Namun, ada pengecualian untuk beberapa kategori PKP sehingga bisa mengajukan pengembalian atau restitusi PPN lebih bayar di setiap masa pajak. Kategori PKP yang bisa mengajukan restitusi PPN lebih bayar setiap masa pajak diatur dalam Pasal 9 Ayat 4B Undang-Undang UU Nomor 42 Tahun 2009 atau UU PPN. Kategori PKP yang tertera dalam Pasal 9 Ayat 4B tersebut, antara lain PKP yang melakukan ekspor BKP berwujud. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP kepada pemungut PPN. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dipungut. PKP yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud. PKP yang melakukan ekspor JKP. PKP dalam tahap belum berproduksi. Restitusi PPN lebih bayar dilakukan oleh PKP dengan cara mengajukan mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak DJP. Pengajuannya dengan cara mengisi kolom "Pengembalian Pendahuluan" dalam SPT masa pajak PPN. Selanjutnya, Direktorat Jenderal Pajak DJP akan melakukan pemeriksaan formal dan pemeriksaan lanjutan, sebelum akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak SKPPKP. Tata Cara Restitusi PPN Lebih Bayar Seperti telah disebutkan, wajib pajak badan melakukan pelaporan melalui SPT Masa PPN langsung di KPP atau e-Filing, dengan perhitungan yang sesuai. Jika ditemukan PPN lebih bayar, maka wajib pajak dapat mengajukan restitusi, dengan tahapan sebagai berikut Wajib pajak mengajukan permohonan restitusi, dengan cara mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam pelaporan SPT Masa PPN. Wajib pajak akan menerima SKPPKP, yang akan dikeluarkan setelah dilakukannya pemeriksaan oleh DJP. Wajib pajak akan menerima SKPPKP, yang akan dikeluarkan setelah dilakukannya pemeriksaan oleh DJP. Proses sampai wajib pajak mendapatkan SKPPKP adalah satu bulan. Wajib pajak menyampaikan rekening dalam negeri atas nama pribadi ke KPP dengan atau tanpa surat dari Kantor Pajak. DJP akan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak SPMKP dan wajib pajak akan menerima salinannya. Kelebihan pajak ditransfer melalui nomor rekening yang telah disampaikan wajib pajak. Proses mulai dari SKPPKP diterbitkan, hingga wajib pajak mendapatkan SPMKP dan mendapatkan transfer dana adalah 30 hari. Demikianlah ulasan mengenai PPN lebih bayar, dari penyebab terjadinya, hingga cara mengatasinya dengan mengkompensasikannya ke masa pajak berikutnya, serta mengajukan restitusi. kloPPN masukan lebih besar ya dilaporkan saja di SPT PPN. Nanti di SPT PPN akan timbul status Lebih Bayar PPN. Lebih bayar PPN ini dapat dikompensasikan ke masa2 pajak berikutnya. Sedangkan klo PPN keluaran yang lebih besar, berarti statusnya kurang bayar. Berarti anda harus membayarkan kurang bayar PPN tersebut ke negara. KAMUS PAJAK Nora Galuh Candra Asmarani Rabu, 12 Agustus 2020 1401 WIB PAJAK pertambahan nilai PPN pada prinsipnya merupakan pajak atas konsumsi barang dan jasa yang dibebankan kepada konseumen akhir. Sebagai pajak konsumsi yang menyasar konsumen akhir, PPN tidak dimaksudkan untuk dibebankan kepada pengusaha kena pajak PKP yang melakukan penyerahan. Guna memastikan beban PPN tidak ditanggung oleh PKP, PKP diberikan hak untuk mengkreditkan pajak masukan. Mekanisme tersebut membuat PKP dapat memperhitungkan pajak masukan yang telah ia bayar dengan pajak keluaran yang telah ia pungut. Simak Kamus “Apa Itu Pajak Masukan?” Apabila pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan kepada kas negara. Sebaliknya, apabila pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka kelebihan pajak masukan tersebut dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Lantas, sebenarnya apakah yang dimaksud dengan pajak keluaran? Definisi MERUJUK IBFD International tax Glossary 2015 output tax/ouput value add tax VAT atau pajak keluaran adalah PPN yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak oleh pengusaha atas penyerahan barang atau jasa untuk pihak ketiga. Sementara itu, Kath Nithingale 2002 mendefinisikan pajak keluaran sebagai PPN yang harus dikenakan atas penyerahan barang atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Umumnya, pajak keluaran dihitung dengan menerapkan tarif PPN pada harga jual yang belum termasuk pajak. Berdasarkan Pasal 1 angka 25 UU PPN, pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak BKP atau jasa kena pajak JKP, eskpor BKP berwujud/tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP. Secara sederhana pula, pajak keluaran dapat diartikan sebagai PPN yang dipungut oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau konsumen. Selanjutnya, sebagai bukti pemungutan PPN maka PKP diharuskan untuk menerbitkan faktur pajak. Simak Kamus “Apa itu Faktur Pajak?” Dalam faktur pajak tersebut tertera besaran PPN yang harus dibayar oleh pihak pembeli kepada PKP penjual. PPN yang tercantum dalam faktur pajak itulah yang menjadi pajak keluaran bagi PKP yang melakukan penyerahan barang atau jasa. Pada prinsipnya, faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan atau saat penerimaan pembayaran. Namun, dalam hal tertentu PKP dimungkinkan untuk membuat faktur pajak di saat lain. Simak pula Kelas Pajak “Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomer Seri faktur Pajak” Penjelasan lebih lanjut terkait dengan faktur pajak dapat disimak dalam PMK 151/2013, Perdirjen Pajak Perdirjen Pajak - 17/PJ/2014 dan Perdirjen Pajak - 04/PJ/2020. Adapun jumlah pajak keluaran nantinya diperhitungkan dengan pajak masukan untuk menghitung jumlah pajak yang harus disetor. Selanjutnya, baik jumlah pajak keluaran maupun pajak masukan juga harus dituangkan dalam Surat Pemberitahuan SPT Masa PPN. Simpulan BERDASARKAN pemaparan yang dijabarkan dapat disimpulkan definisi dari pajak keluaran adalah pajak yang dikenakan ketika PKP melakukan penjualan BKP atau pemanfaatan JKP. Hal ini berarti pajak keluaran berlaku ketika PKP berada pada posisi sebagai penjual. Bsi Cek berita dan artikel yang lain di Google News. Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
JikaPKP memiliki saldo Pajak Masukan maka saldo tersebut dapat dikreditkan (dikurangi) dari besaran PPN Keluarannya dalam masa pajak yang sama. PPN Terhutang = PPN Keluaran - PPN Masukan Dalam hal nilai PPN Keluaran lebih besar daripada PPN Masukan, maka hal itu disebut Kurang Bayar dan nilainya harus disetorkan dan dilaporkan ke Kantor Pajak.
Dear All mohon pencerahannyaJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?makasih Dear All mohon pencerahannyaJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?makasih Originaly posted by pikachuJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?Ga ada masalah. Normal penting pengkreditannya sesuai dengan aturan. Originaly posted by pikachuJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?Ga ada masalah. Normal penting pengkreditannya sesuai dengan aturan. maksudnya sesuai dengan aturan??mohon bimbingannya maksudnya sesuai dengan aturan??mohon bimbingannya Originaly posted by pikachumaksudnya sesuai dengan aturan??Sejumlah aturan pengkreditan PM diatur di Pasal 9 ayat 8 UU PPN, dan di pasal 16B. Originaly posted by pikachumaksudnya sesuai dengan aturan??Sejumlah aturan pengkreditan PM diatur di Pasal 9 ayat 8 UU PPN, dan di pasal 16B. Originaly posted by pikachuJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?waspada, jika setiap bulan kompensasi hingga beberapa tahun, tentu akan menimbulkan pemeriksaan, jika yakin sudah benar maka tidak akan masalah Originaly posted by pikachuJika Tiap bulan pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, ga ada masalah kan ya?waspada, jika setiap bulan kompensasi hingga beberapa tahun, tentu akan menimbulkan pemeriksaan, jika yakin sudah benar maka tidak akan masalahViewing 1 - 11 of 11 replies
Ketikajumlah dari pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan, selisihnya akan menjadi jumlah PPN yang selanjutnya harus disetor ke negara . Demikian informasi tentang pengertian dan perbedaan antara pajak masukan dan pajak keluaran. Bagi Anda yang merupakan seorang pebisnis, penting untuk memahami perbedaan dari dua jenis pajak ini karena
Faktur pajak masukan merupakan bukti peemungutan pajak ketika PKP melakukan penyerahan BKP/JKP. Ada beberapa hal penting yang perlu Anda pahami terkait faktur pajak masukan. Namun, tidak hanya itu, pengisan faktur pajak masukan pun harus Anda ketahui secara lengkap agar tidak terjadi kesalahan dalam pembuatannya. Faktur Pajak Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak ketika melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud/ekspor Jasa Kena Pajak. Faktur pajak juga merupakan salah satu sarana untuk menyadarkan masyarakat betapa pentingnya untuk tertib membayar pajak yang juga berguna dalam rangka meningkatkan pembangunan negara. Langkah ini semakin diperjelas dengan diterbitkannya e-Faktur atau faktur elektronik untuk memudahkan masyarakat membayar pajak. Ada baiknya sebagai wajib pajak, Anda mengerti serta memahami tentang faktur pajak, agar tidak menyebabkan kebingungan saat membayar pajak. Pemahaman yang baik mengenai faktur pajak tentunya juga akan memudahkan komunikasi Anda sebagai wajib pajak dengan petugas layanan pajak. Artikel ini secara singkat akan memberikan penjelasan kepada Anda mengenai penjelasan mengenai faktur pajak masukan dan langkah apa saja yang harus Anda lakukan ketika sudah menerima faktur pajak masukan. Baca Juga Mengenal Faktur Pajak Uang Muka Hal-hal yang Harus Diperhatikan Terkait Faktur Pajak Masukan Berikut ini adalah hal-hal yang harus Anda ketahui dan Anda lakukan ketika menerima faktur pajak Masukan Sebagai PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak, Anda wajib memungut PPN dari PKP pembeli/ penerima sebesar 11% dari harga jual/ penggantian dan wajib membuat faktur pajak sebagai bukti pungutan. Penerbitan faktur pajak adalah kewajiban dari pihak penjual yang sudah berstatus PKP. Pihak pembeli harus tetap membayarkan PPN dengan menggabungkannya pada harga jual produk. Jadi PKP penjual akan menerima pembayaran sejumlah harga produk plus PPN. PPN yang tercantum dalam faktur pajak merupakan pajak keluaran bagi PKP penjual yang sifatnya titipan pajak dari pembeli, yang harus disetorkan ke kas negara. Dalam setiap masa pajak, Anda sebagai PKP harus melakukan perhitungan PPN atas Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Jika jumlah pajak keluaran lebih besar dari pada pajak masukan, maka selisihnya harus disetor ke kas negara paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. Sebaliknya, jika jumlah pajak masukan lebih besar dari pada pajak keluaran, maka selisih tersebut bisa dikatakan menjadi deposit PPN yang bisa dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Sebagai PKP, Anda juga wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Baca Juga Cara Input Faktur Pajak & Impor Data Lawan Transaksi di Aplikasi e-Faktur Langkah Pengisian Faktur Pajak Masukan Pengisian faktur pajak masukan perlu Anda pahami dengan baik untuk menghindari Anda dari kerugian sebagai PKP. Beberapa hal yang perlu Anda perhatikan diantaranya Masukan nomor seri dan kode faktur pajak yang telah Anda dapatkan dari DJP, sekaligus dengan nama, NPWP sekaligus alamat perusahaan yang menyerahkan Barang/ Jasa Kena Pajak pada kolom Pengusaha Kena Pajak. Pada kolom “pembeli BKP/ penerima JKP”, masukan nama, alamat dan NPWP perusahaan yang membeli BKP/ JKP Masukan nomor urut sesuai dengan urutan nama dan jumlah barang/ jasa yang diserahkan Untuk nominal harga, masukan pada kolom “harga jual/penggantian/ uang muka termin”. Total nilai potongan BKP/JKP ditulis setelah dikurangi dengan potongan harga. Jika telah terjadi penerimaan uang muka seusai penyerahan BKP/JKP, nominal uang ditulis pada kolom “nilai uang muka yang telah diterima”. Keseluruhan jumlah Penggantian / Harga Jual / Uang Muka / Termin dikurangi dengan Potongan Harga dan Uang muka yang telah diterima, ditulis pada kolom Dasar Pengenaan Pajak Pada kolom “PPN = 11% x Dasar Pengenaan Pajak” diisi dengan jumlah PPN 11% yang terutang. Untuk bagian kolom PPnBM Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, hanya diisi apabila terjadi penyerahan dari penjualan barang yang tergolong mewah saja. Selanjutnya isi bagian yang kolom nama, tanda tangan serta stempel dari pejabat yang ditunjuk oleh perusahaan. Referensi PER-03 Tahun 2022 tentang Faktur Pajak
JAKARTA DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pengusaha yang memperoleh keuntungan dari booming harga komoditas harus membayar pajak lebih besar. Sri Mulyani mengatakan konstitusi telah mengatur pengenaan pajak secara adil. Dalam hal ini, wajib pajak yang memiliki kemampuan ekonomi besar juga harus memberikan kontribusi
Skip to content Kalkulator KeuanganKonsultasi Perencanaan KeuanganRencana PensiunRencana Dana PendidikanReview AsuransiReview InvestasiIn House TrainingEventEbookArtikelKalkulator KeuanganKonsultasi Perencanaan KeuanganRencana PensiunRencana Dana PendidikanReview AsuransiReview InvestasiIn House TrainingEventEbookArtikelKalkulator KeuanganKonsultasi Perencanaan KeuanganRencana PensiunRencana Dana PendidikanReview AsuransiReview InvestasiIn House TrainingEventEbookArtikel Home » Perencana Keuangan » Contoh Perhitungan PPN Masukan dan Keluaran Dibaca Normal 5 Menit Contoh Perhitungan PPN Masukan dan Keluaran Seorang pebisnis berstatus PKP haruslah tau tentang perhitungan pajak keluaran dan pajak pemasukan. Kamu seorang pebisnis atau akan berbisnis di waktu mendatang? Jika ya, dan nantinya jika pengusaha berstatus sebagai PKP Pengusaha Kena Pajak, tentu kamu harus tahu tentang apa itu PPN Pajak Pertambahan Nilai bukan. Tapi apakah kamu tau jika dalam PPN itu ada juga PPN masukan dan PPN keluaran loh, untuk lebih jelasnya yuk simak artikel berikut ini! Definisi dan Contoh Perhitungan Pajak Keluaran dan Masukan!Apa itu PPN Masukan dan Keluaran?PPN MasukanPPN KeluaranContoh perhitungan Kurang BayarKesimpulan Definisi dan Contoh Perhitungan Pajak Keluaran dan Masukan! Buat kamu seorang pebisnis atau yang mau bisnis pasti sudah tidak asing lagi dengan yang namanya PPN, bahkan mungkin tidak perlu jadi pebisnis untuk tahu PPN. Kamu yang suka belanja di minimarket, pusat perbelanjaan, atau makan di restoran juga pasti sudah tidak heran dengan yang namanya PPN Pajak Pertambahan Nilai. [Baca Juga 5 Aplikasi Pajak Online yang Mempermudah Urusan Pajakmu] Jika kita pernah makan atau belanja di minimarket biasanya harga yang dicantumkan adalah harga barang atau produk yang tentunya sudah dengan PPN Pajak Pertambahan Nilai. Tetapi tentu tidak semua pengusaha atau pebisnis secara langsung memasukan PPN Pajak Pertambahan Nilai ini ke produk yang ia jual. Terkadang jika ada yang seperti ini pasti mau tidak mau harus kita yang menghitung total harga yang harus kita bayarkan. Jadi untuk kamu yang suka makan di restoran atau belanja di minimarket jangan kaget jika pada saat sampai ke kasir total harga makanan atau barang yang dibeli tidak sesuai dengan harga barang di awal. Hal tersebut berarti harga makanan atau barang tersebut belum termasuk PPN Pajak Pertambahan Nilai. Tetapi tentu kamu tidak perlu khawatir karena meskipun tidak di cantumkan langsung dengan harga jual barangnya biasanya pada buku menu sudah di cantumkan sebuah catatan bahwa harga makanan atau barang yang akan kamu beli belum termasuk pajak. Untuk lebih secara detail PPN itu seperti apa dan di dalam PPN ada PPN Masukan dan keluaran berikut penjelasannya. Apa itu PPN Masukan dan Keluaran? PPN masukan dan keluaran digunakan oleh pemerintah untuk dijadikan acuan dalam penghitungan seberapa besar PPN yang perlu wajib pajak bayar kepada pemerintah. PPN Masukan PPN Masukan yaitu pajak yang telah di pungut oleh PKP saat Pembelian Barang/Jasa Kena Pajak BKP/JKP dalam masa pajak tertentu. Pajak Masukan bisa dijadikan Kredit Pajak untuk memperhitungkan sisa pajak terhutang. PPN masukan juga bisa disebut dalam bahasa inggris sebagai VAT in Value Added Tax In. [Baca Juga Online Pajak Aplikasi Pajak Online yang Memberi Kemudahan] Intinya PPN masukan secara singkat yaitu jika pemilik usaha sebagai PKP melakukan pembelian barang, lalu barangnya ada unsur PPN-nya, maka itu menjadi Pajak Masukan bagi pemilik usaha. GRATISSS Download!!! Ebook Pentingnya Mengelola Keuangan Pribadi dan Bisnis PPN Keluaran PPN Keluaran sendiri merupakan Pajak yang akan dipungut ketika PKP melakukan Penjualan Barang/Jasa Kena Pajak dalam masa pajak tertentu. Setiap pemilik usaha yang sudah menjadi PKP wajib mengenakan Pajak atas Barang/Jasa yang dijualnya. Pajak Keluaran juga sering disebut sebagai VAT Out Value Added Tax Out. [Baca Juga Kenali Syarat dan Cara Pengajuan PKP Pengusaha Kena Pajak] PKP harus harus menghitung besaran PPN Keluarannya untuk dibayarkan ke Kantor Pajak saat akhir masa pajak. Secara singkat begini perhitungannya. PPN Terhutang = PPN Keluaran – PPN Masukan Jika PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, maka hal itu akan disebut sebagai Kurang Bayar dan nilainya harus disetorkan dan dilaporkan ke Kantor Pajak. Namun, jika dalam satu masa pajak tertentu nilai Pajak Masukan lebih besar daripada PPN Keluaran lebih bayar, maka nilainya bisa dikompensasikan digunakan sebagai kredit untuk masa pajak berikutnya. Contoh perhitungan Kurang Bayar Bulan Maret 2019, untuk menambah stok yang sudah ada, PKP melakukan pembelian barang persediaan sejumlah 100 unit kaos dengan harga satuan Rp belum termasuk PPN. Total Pembelian = 100 x Rp = Rp PPN Masukan = Rp x 10% = Rp Lalu di bulan yang sama juga, PKP berhasil menjual barangnya sebanyak 90 unit dengan harga jual Rp belum termasuk PPN. Total Penjualan = 90 x Rp = Rp PPN Keluaran = Rp x 10% = Rp Jadi perhitungan Pajak Terhutang untuk Masa Pajak Maret 2019 adalah PPN Terhutang = PPN Keluaran – PPN Masukan PPN Terhutang = Rp – Rp = Rp Hasil Nominal inilah yang harus disetorkan dan dilaporkan ke Kantor Pajak. Kesimpulan Itulah proses penghitungan dan penjelasan tentang PPN Secara umum dan PPN masukan juga PPN Keluaran secara khusus. Mudah bukan proses perhitungannya? Oleh karena itu kamu sebagai seorang pebisnis harus paham dan mampu menghitung PPN secara pribadi. Apalagi terkait sistem perpajakan di Indonesia adalah self assessment atau perhitungan yang dilakukan sendiri. Kamu bisa mengunduh aplikasi Finansialku untuk konsultasi tentang keuangan kepada perencana keuangan bersertifikat yang ada di Finansialku. Kini Finansialku tersedia di Google Play Store maupun Apple App Store. Sekarang kamu sudah tahu dong perhitungan pajak keluaran dan pemasukan. Yuk bantu teman-temanmu mengetahuinya juga dengan membagikan artikel ini. Sumber Referensi Wanna. 8 November 2019. Penjelasan Dan Cara Menghitung PPN Masukan Dan Pengeluaran. – Deka Ahmad Rifaldi, seorang Admin Marketing. Memiliki background pendidikan S1 ilmu komunikasi konsentrasi humas. Universitas Komputer Indonesia. Memiliki ketertarikan dalam bidang Content creator, Event management, dan Master Of Ceremony. Related Posts Page load link Go to Top
Sebaliknya apabila dalam masa pajak tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Dalam tata cara umum tersebut, jumlah yang harus dibayarkan oleh pengusaha kena pajak berubah-ubah sesuai dengan pajak masukan yang dibayarkan dan pajak
Please confirm you want to block this member. You will no longer be able to See blocked member's posts Mention this member in posts Invite this member to groups Please allow a few minutes for this process to complete.
geHq.
  • hmyqe48as6.pages.dev/84
  • hmyqe48as6.pages.dev/379
  • hmyqe48as6.pages.dev/86
  • hmyqe48as6.pages.dev/442
  • hmyqe48as6.pages.dev/103
  • hmyqe48as6.pages.dev/409
  • hmyqe48as6.pages.dev/41
  • hmyqe48as6.pages.dev/142
  • pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran